Sejarah Syair Gulung Dari Kabupaten Ketapang

Salah satu bentuk syair yang ada di Indonesia adalah syair gulung, yang merupakan salah satu karya seni sastra melayu warisan budaya yang ada di Kabupaten Ketapang. Isi dari syair gulung merupakan salah satu bentuk dari sastra melayu yang mengandung kearifan lokal, nilai-nilai keluhuran, dan kebijakan sebagai teladan hidup yang memuat pesan nasehat maupun petuah larangan dari generasi tua untuk generasi yang lebih muda

Sastra lisan merupakan hasil budaya dari manusia pra modern. Karya-karya mereka telah digunakan sebagaimana fungsinya pada masa itu. Di setiap daerah masing-masing di Indonesia pasti mempunyai karya sastra lisan sebagai khazanah budaya. Bahkan sastra lisan merupakan warisan leluhur terdahulu. Contoh sastra lisan yang ada pada masyarakat di daerah terdiri dari, ungkapan tradisional (pepatah, peribahasa, dan semboyan), nyanyian rakyat, bahasa rakyat (dialek, julukan, sindiran, dan bahasa rahasia), cerita rakyat (mitos, legenda, dan sage), teka-teki serta puisi lama (pantun, syair, gurindam dan lain-lain).

Sejarah kesastraan Melayu terbagi menjadi tiga fase yakni: pertama, sejarah kesastraan Melayu sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Islam, kedua, sejarah kesastraan Melayu zaman peralihan Hindu-Islam, ketiga, sejarah masuknya pengaruh Islam dan kesastraan melayu.    Salah satu dari jenis puisi lama ialah syair. Syair terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Bedanya dengan pantun ialah keempat baris dalam syair merupakan satu bagian daripada sebuah puisi yang lebih panjang. Syair juga tidak mempunyai unsur-unsur sindiran di dalamnya. Syair datang dari Parsi dan Arab sekitar abad ketiga belas. Masuk lewat Aceh kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Menurut Rampan (2014:53) syair merupakan syair bercerita maka pada umumnya syair bersifat berkesinambungan. Bait-baitnya merupakan bait-bait yang berkisah secara runtut dengan menekankan pada isinya, bukan pada struktur keindahan bunyi dan suara yang disajikan di dalam bait-baitnya. Menilik dari isinya, syair dapat berupa nasihat, dongeng, kiasan, sindiran, hikayat, kejadian tertentu, agama, budi pekerti, rintihan nasib, lukisan alam dan sebagainya.

Syair sendiri tumbuh dan berkembang dengan baik di tanah Sumatera, salah satunya Riau. Dalam budaya Melayu, ungkapan memegang peranan penting karena bentuk sastra ini lazim mengandung nilai-nilai nasihat dan tunjuk ajar yang kental dan bernas. Ungkapan-ungkapan dalam seni budaya Melayu biasanya dijalin dengan bahasa yang indah dan sarat dengan makna serta simbol. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat dituangkan dalam salah satunya berbentuk pantun, syair, gurindam. Syair dan pantun biasanya digunakan sewaktu ada acara pernikahan dan acara-acara tertentu bagi masyarakat Riau. Gurindam, syair dan pantun adalah simbol kebanggaan bagi kebudayaan Riau. Menurut Akmal (2015).

Dalam kehidupan masyarakat Melayu, syair menjadi salah satu media penyampai pesan. Dalam setiap upacara, syair selalu dibacakan, baik yang sifatnya untuk menyampaikan maksud maupun untuk sekedar hiburan. Ketika ia digunakan untuk hiburan, maka cara membacakannya harus berirama, sedangkan jika untuk menyampaikan maksud, maka cara membacakannya boleh berirama dan juga boleh secara deklamasi. Kebiasaan bersyair pada masyarakat Melayu Riau, menjadi sebuah tradisi yang secara disengaja maupun tidak, telah menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Banyak momen yang selalu melibatkan syair di dalamnya, sehingga syair menjadi begitu penting keberadaannya. Agaknya tidak berlebihan, jika syair dikatakan sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan sosial masyarakat penggunanya. Menurut Anwar (2015).

Di Kalimantan Barat sendiri, salah satu jenis sastra lisan yang menarik untuk dibicarakan adalah syair gulung. Syair gulung merupakan suatu bentuk tradisi yang tergolong ke dalam tradisi lisan nyanyian rakyat (folksong). jenis nyanyian rakyat liris-naratif, yaitu nyanyian rakyat yang bercerita tentang sesuatu. Nyanyian rakyat (folksong) adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu-lagu yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian, Danandjaja (2002:141) dalam Latupapua (2012).

Syair Gulung pada awalnya hanyalah sebuah bentuk karangan atau disebut kengkarangan yang berada di Tanah Kayong, Tanah Tanjungpura yang sekarang bernama Kabupaten Ketapang. Lambat laun berubah menjadi syair gulung dikarenakan ditulis di atas kertas kemudian digulung dan disimpan di dalam paruh burung. Isinya berupa bait-bait kata yang mengandung nasehat dan petunjuk hidup kepada masyarakat Melayu. Dahulunya syair gulung dipakai oleh para da‟i yang datang ke tanah Kayong atau Tanjungpura sebagai media dalam menyebarkan dakwah Islam semula sastra ini diberi nama kengkarangan yang artinya sesuatu yang dikarang. Ada juga yang menyebutnya syair laying  karena isinya hanya selayang pandang. Lama-kelamaan karena syair tersebut selalu digulung dan digantung pada paruh burung kertas di puncak kekayun atau pohon-pohonan hias yang dibuat dalam setiap acara adat Melayu. Maka akhirnya masyarakat menyebutnya syair gulung.”

Syair gulung merupakan salah satu bentuk lisan namun setelah masuknya Islam maka kerajaan Tanjungpura mulai terbuka dengan dunia luar dan mulai mengenal keberaksaraan, selain itu syair gulung mulai ditulis di atas kertas atau apapun pada masa itu untuk memudahkan sang pengarang dalam menyampaikan syairnya.

Masuknya syair gulung ke Tanah Kayong, tanah Tanjungpura yang sekarang bernama Ketapang, seiring dengan berkembangnya ajaran Islam. Syair digunakan sebagai salah satu cara untuk menyiarkan agama Islam. Adapun dari mereka yang meyakini bahwa syair gulung pada dasarnya sudah ada jauh sebelum masuknya Islam, dikarenakan bangsa Melayu merupakan bangsa yang gemar akan sastra, dan sastra merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orangorang Melayu. Sehingga unsur-unsur Islam yang ada di dalam syair gulung merupakan bentuk akulturasi dari nilai-nilai Islam ke dalam sastra sebagai media dakwah

Pada mulanya syair gulung mensyiarkan tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad sebagai media dakwah. Lambat laun peranan syair gulung mengalami perubahan tidak hanya sebagai media dalam berdakwah tetapi juga sudah masuk dalam aspek-aspek lain dari kehidupan masyarakat Melayu Tanah Kayong seperti pada zaman sekarang syair gulung sering dilantunkan di acara-acara adat, acara pernikahan, sunatan, selamatan orang naik haji, bahkan merebah sampai ke acaraacara resmi di dalam pemerintahan Kabupaten Ketapang

Ada beberapa irama dalam syair gulung. secara umum di Ketapang ada beberapa irama syair. Yaitu : Awan Lemang, Seluang Beranyut, Ayun Anak, Lemang Melayu, Lembang Melayu Kayong (kolaborasi beberapa lagu syair), Siti Zubaidah (yang diadopsi dari Malaysia), Sikah (yang diadopsi dari lagu Barzanji). Adapun perbedaan dari tiap irama tersebut terletak pada nada irama lagu, apakah tinggi di awal, di tengah, di akhir, atau perpaduan di antaranya dengan cengkok Melayu yang juga berbeda.”

Sumber :

Hera Yulita, Agus Sastrawan Noor dan Yuver Kusnoto dalam Sejarah Syair Gulung Ketapang. Masa Journal Of History Volume 1 No. 1 Tahun 2019

Leave a Reply