Haji Rais A Rahman

Haji Rais Bin Abdoerrachman adalah salah seorang tokoh Kalimantan Barat yang diangkat menjadi pahlawan perintis kemerdekaan.  Ia lahir pada tahun 1904 di kampung Parit Mayor Pontianak atau sekarang wilayah yang bernama kelurahan parit mayor kecamatan Pontianak Timur Kota Pontianak yang sebagian besar penduduknya berasal dari suku Banjar. Ayah Haji Rais bernama Haji Abdoerrachman dan ibunya bernama Kesum. Haji Abdoerrachman, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dua saudaranya yang lain bernama Haji Dullah dan Haji Wakap.

Keluarga Haji Rais dikenal sebagai  keluarga Muslim yang taat. Ajaran Islam menjadi panutan dalam kehidupannya. Hal ini lah yang menjadikan beberapa keluarga besarnya ini telah menunaikan ibadah haji seperti paman dan ayahnya di era tahun 1920 an. Orang tua Haji Rais termasuk keluarga yag berkecukupan. Sejak kecil ia senang bermain bola. Ketika remaja Haji Rais termasuk dalam golongan intelektual berpendidikan Barat di sekolah Belanda sampai tamat kelas VI di Pontianak. Setelah menamatkan pendidikannya di HIS Pontianak, pada tahun 1920 Haji Rais pergi ke Jakarta untuk menempuh pendidikan, Disana ia satu sekolah  dengan  Gusti Sulung Lelanang  dan  Ya’ Moehammad Sabran pemuda asal Kalimantan Barat yang juga menempuh pendidikan tinggi di Jakarta serta kelak menjadi tokoh pergerakan Kemerdekaan Indonesia di Provinsi Kalimantan Barat.

Haji Rais bin Abdoerrachman terkenal sebagai seorang jurnalis andal yang mampu membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pers. Haji Rais beranggapan bahwa pers lewat tulisannya mempunyai peran penting dalam perjuangan untuk melakukan perubahan dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Bangkit dari kemiskinan dan kebodohan, serta perlawanan terhadap kekuatan yang menindas rakyat, merupakan hal yang harus disampaikan oleh kaum intelektual kepada masyarakat. Pemikiran tersebut terlihat jelas dalam rubrik “Asem Pedas” yang diasuhnya di surat kabar Halilintar dan tulisan-tulisannya. di majalah Kesedaran. Walaupun pada kenyataannya Halilintar yang dinakhodai oleh S.M. Anwar semakin merosot dengan meninggalnya beliau. T.K. Ng sebagai penggantinya hanya bertahan selama empat bulan karena mengundurkan diri sebagai pengurus Halilintar. Setelah itu, kepengurusan menjadi berhenti dan diambil alih oleh Halilintar Hindia,

Haji Rais dan Gusti Sulung Lelanang saat di Jakarta membentuk kelompok diskusi dengan mengumpulkan beberapa cendiakawan atau kaum pemikir dari golongan pelajar dari Kalimantan Barat yang menyuarakan semangat nasionalisme dan anti penjajahan lewat tulisan tulisan di media berita.

Mereka berdua aktif di Organisasi Sarikat Islam atau SI yang didirikan oleh HOS Tjokroaminoto, mereka menjadi perwakilan pengurus SI untuk Kota Pontianak mereka juga membentuk organisasi lain yaitu Sarekat Rakyat pada tahun 1924.Yang lebih berhaluan Sosialis atau kerakyatan.

Haji Rais memilih mengikuti Sarekat Rakyat yang digawangi oleh Gusti Sulung Lelanang untuk menetang pemerintah Belanda secara non-cooperation, terbuka, dan berani. Visi dari Sarekat Rakyat dirasa cocok dengan gerak perjuangan Haji Rais yang menentang segala bentuk penindasan dan pengisapan kepada rakyat. Propaganda politik yang dilakukan oleh kelompok yang disebut berhaluan kiri banyak memikat hati kaum pergerakan, termasuk Haji Rais karena sifatnya yang revolusioner, sesuai dengan jiwa muda dan idealisme kaum muda intelektual pada masa itu.

Hal ini dimanfaatkan oleh golongan yang disebutkan berhaluan kiri untuk membakar semangat rakyat Kalimantan Barat. Namun, mereka tidak mengetahui secara mendalam apa sesungguhnya maksud dan tujuan golongan yang disebutkan berhaluan kiri sebenarnya. Hal ini terlihat dari tulisan-tulisan yang ada di Surat Kabar Halilintar yang berkisar pada penanaman kebencian terhadap keberadaan imperialisme dan kapitalisme. Buah pemikiran dan keberanian Haji Rais dianggap berbahaya bagi PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yaitu lembaga yang didirikan oleh pemerintah Belanda untuk mengawasi gerak-gerik pers, terutama media massa.

Surat kabar Halilintar saat itu dianggap telah membangkitkan kesadaran rakyat untuk melawan pemerintah Belanda. Tindakan Haji Rais yang tidak mengindahkan peringatan PID ini membuat beliau dan pengurus Halilintar ditangkap dan dijebloskan ke penjara Sungai Jawi.

Pada masa itu, Haji Rais sempat meminta pembebasan kepada Sultan Syarif Muhammad. Permintaan itu dikabulkan asalkan permohonan maaf itu harus keluar dari mulut Haji Rais, dan bahkan Sultan akan mengangkat Haji Rais sebagai pegawai keraton dengan gaji f 250. Namun, penawaran Sultan ditolak oleh Haji Rais dengan mengucapkan:

“Aku tidak merasa bersalah kepada Sultan. Sampai mati aku tidak mau minta ampun kepada Sultan. Aku hanja mohon ampun kepada Allah SWT sadja. Dan hal itu setiap waktu aku amalkan. Kepada Allah aku memang senantiasa bersalah tetapi kepada Sultan aku tidak perlu minta ampun dan aku pun tidak ingin mendjadi Pegawai Keraton menjadi alat penindas rakjat. Kalau Sultan menganggap aku bersalah itu terserahlah. Sultan ada mempunyai kekuasaan”. Begitulah ucapan Haji Rais yang tetap memegang teguh pada ajaran agama dan idiologinya.

Hal itu tetap tidak berubah sampai akhir hayatnya. Walaupun ditawari kehidupan yang enak dan terjamin masa depannya, itu tidak menjadikan Haji Rais silap mata. Haji Rais tetap ingin berjuang untuk rakyat meski harus hidup tak enak di penjara. Kiprah Haji Rais dalam dunia junalistik dan organisasi Sarekat Rakyat juga membuatnya ditangkap dan ditahan di Batavia dan mengantarkan Haji Rais ke pembuangan di Boven Digul. Apalagi setelah pemerintah Hindia Belanda mengetahui keterlibatan Haji Rais dan teman-temannya pada Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Lapangan Banteng, Jakarta. Haji Rais dan semua tokoh Sarekat Rakyat, yaitu Gusti Hamzah dari Teluk Melano-Ketapang, Djeranding Sari Sawang Amasundin atau Jeranding Abdurrahman dari Malapi Kapuas Hulu, Achmad Marzuki dari Pontianak, Gusti Sulung Lelanang, Gusti Moehammad Situt Machmud, Gusti Djohan Idrus, Achmad Sood, Mohammad Hambal atau Bung Tambal, dan Mohammad Sohor dari Landak, diputuskan dibuang seumur hidup ke Tanah Merah, Boven Digul, Irian Jaya (Papua) melalui pengadilan Batavia berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 April 1927.

Haji Rais kemudian menikah dengan seorang gadis bernama Sahara binti Dolek, tetangganya di Kampong Parit Mayor. Pernikahannya ini setelah Haji Rais pulang dari pembuangan dari Tanah Merah Boven Digul, Papua pada tahun 1936 dalam usia 32 tahun. Setahun kemudian, lahirlah Latifah sekitar tahun 1937 dan kemudian disusul adiknya Asnah pada tahun berikutnya. Keluarga Haji Rais menetap dan tinggal di Parit Mayor bersama keluarga besarnya. Selama enam tahun Haji Rais tidak aktif dalam pergerakan, Haji Rais berfokus pada rumah tangganya. Namun, dengan kembalinya Gusti Sulung Lelanang pada tahun 1938, Haji Rais kembali aktif untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan bagi rakyat Kalimantan Barat. Haji Rais dan kawan-kawan memilih Parindra sebagai sarana perjuangan mereka, karena Parindra bisa mengantarkan pada cita-cita perjuangan mereka.

Pada tahun 1942, istrinya Haji Rais, Sahara, meninggal dunia, ketika usia Latifah baru 4 tahun dan Asnah 3 tahun. Setelah itu mulai masuk tentara Jepang di Kalimantan Barat. Dalam waktu beberapa bulan setelah istrinya meninggal dunia, Haji Rais menikah lagi dengan Mursinah, seorang wanita dari Sambas yang bekerja sebagai mantan koki orang Belanda. 

Kehadiran Jepang di Kalimantan Barat mengubah segalanya, sebanyak 13 organisasi yang bersifat lokal di Kalimantan Barat dibubarkan,termasuk organisasi yang dikelola oleh Haji Rais Untuk menyelamatkan keluarganya dari Jepang, Haji Rais memboyong keluarganya ke Singkawang. Pada akhirnya, tahun 1944 Haji Rais ditangkap dan dibunuh oleh Jepang pada usia 40 tahun.

Untuk mengenang jasa jasanya dalam pergerakan melawan penjajah namanya dikenang menjadi salah satu pahlwan perintis kemerdekaan dari Kalimantan Barat dan namanya diabadikan menjadi nama salah satu jalan tersibuk di Kota Pontianak didaerah Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak dimana terletak pasar Dahlia dan Supermarket Mitra Anda di kota Pontianak

Sumber ;

Listiana Dana, Nurcahyati Listyawati, Rahmayani Any. 2020. Wacana Nasionalisme dalam Pers Kalimantan Barat pada Masa Pergerakan Nasional. Bandung: CV Media Jaya Abadi.

https://kumparan.com/hanida-retno-prabaningrum/pemikiran-haji-rais-bin-abdoerrachman-dan-masa-pergerakan-nasional-di-kalbar

Sepenggal Catatan Tentan Haji Rais Abdoerahman https://majalahdekade.tomsbook.co.id/volume-1-november-2024

http://www.riwajat.id/2021/04/hikayat-kaum-digulis-borneo-barat.html

Leave a Reply