
Pada saat Tan Nunggal memerintah kerajaan Sambas dia menyunting rakyat biasa menjadi istrinya dan dikaruniai dua orang anak, yaitu laki-laki dan perempuan, yang laki-laki diberi nama Nadi dan yang perempuan diberi nama Nandong. Dalam kebiasaan masyarakat Sambas biasanya anak laki-laki sering dipanggil dengan sebutan Bujang dan yang perempuan dipanggil dengan sebutan Dare, maka jelaslah anak tersebut dipanggil dengan Bujang Nadi dan Dare Nandong
Bujang Nadi Dare Nandung adalah kakak beradik yang merupakan anak dari raja Sambas yaitu Tan Unggal. Tan Unggal adalah seorang raja yang kejam pada masa pemerintahannya. Ia sering bertindak sewenang-wenang pada rakyatnya dan akan menghukum siapa saja yang bersalah sehingga membuat rakyat Sambas sangat takut kepadanya. Sifatnya yang jahat terlihat dari cara ia memperlakukan kedua anaknya. Bujang Nadi dan Dare Nandung tidak diperbolehkan keluar istana dan mengenal rakyat biasa, karena ia merasa anaknya tidak pantas mengenal rakyat jelata, yang bukan keturunan dari kerajaan. Bujang Nadi dan Dare Nandung mempunyai kegemaran masing-masing, yaitu Bujang Nadi gemar memelihara ayam jantan, sedangkan Dare Nandung gemar menenun kain. Dare Nandung sangat gemar dan pandai menenun kain, oleh karena itu, ayahnya memberinya hadiah berupa alat tenun yang terbuat dari emas.
Pada saat Tan Nunggal berkuasa di Sambas, raja Tan Nunggal terkenal dengan raja yang kejam karena sifatnya yang sombong dengan rakyat. Dia memimpin dengan sewenang-wenang, apa yang ia katakan dan semua keinginannya harus dilaksanakan walaupun hal tersebut dibenci oleh rakyat Sambas, banyak hal yang terjadi sehingga Tan Nunggal dikatakan raja yang kejam dan zalim. Pernah pada suatu saat rakyat Sambas digemparkan dengan kejadian yang sangat mengejutkan sampai-sampai TanNunggal dikatakan manusia setengah siluman. Pada saat ia memimpin Tan Nunggal paling senang makan sambal asam, pada hari itu tukang masak kerajaan atau tukang buat sambal asam terlambat membuat sambal asam, sedangkan jam makan siang Tan Nunggal sudah sebentar lagi, jadi si tukang masak tergesa-gesa untuk membuat sambal asam untuk Tan Nunggal sedangkan dia sudah tahu bahwa Tan Nunggal tidak mau memakan tanpa sambal asam bahkan TanNunggal bisa marah, begitu takut dimarah Tan Nunggal si tukang masak tergesa-gesa untuk membuat sambal asam sampai-sampai jari kelingkingnya teriris lalu darahnya menetes ke dalam sambal asam yang dibuat tadi, karena waktu yang sudah sangat singkat lalu si tukang masak itu langsung mengaduk darah yang menetes tadi ke dalam sambal asam yang ia buat karena ia berpikir tidak sempat lagi membuat sambal asam yang baru.
Sambal asam tersebut langsung disajikan di meja makan Tan Nunggal, begitu memakan sambal tersebut TanNunggal sangat kenyamanan dia berpikir “Mengapa ya sambal asam pada hari ini sangat enak berbeda dengan hari biasanya”. Lalu TanNunggal bertanya kepada si tukang masak. Si tukang masak pun tidak berani untuk berbohong, ia menceritakan bahwa sambal asam itu sudah bercampur dengan darahnya sendiri. Semenjak kejadian itu TanNunggal memerintahkan kepada tukang masak setiap kali membuat sambal asam harus dicampur dengan darah manusia.
Kembali ke cerita Bujang Nadi dan Dare Nandong, pada masa hidupnya Bujang Nadi sangat suka memelihara ayam jago dan Dare Nandong paling suka untuk menenun kain sampai-sampai dia pernah mendapatkan hadiah berupa mesin tenun yang berlapis emas, tiap hari Bujang Nadi dan Dare Nandong hanya diperbolehkan bermain berdua saja melainkan hanya berteman dengan ayam jago dan alat tenun milik Dare Nandong karena TanNunggal sangat membenci mereka jika dia berteman dengan rakyat biasa.
Pada suatu kejadian, ketika Bujang Nadi dan Dare Nandong sedang asik barmain di taman istana tanpa sadar mereka diintip oleh seorang pengawal istana, tepat pada saat itu Bujang Nadi dan Dare Nandong sedang asik bercerita tentang perkawinan.
Bujang Nadi : dik, jika kamu ingin mencari pasangan hidup. Pasangan hidup seperti apa yang kamu idamkan?
Dare Nandong : adik sangat mengharapakan, nanti calon suami adik mirip dangan abang, baik itu dari segi gantengnya, gagahnya, dan sikapnya harus seperti abang. Sedangkan abang, istri seperti apa yang abang inginkan?
Bujang Nadi : abang juga berkehendak demikian, abang sangat mengharapkan istri abang nantinya seperti adik cantiknya dan tentunya hati istri abang juga seperti adik lembutnya.
Mendengar percakapan kakak adik tersebut pengawal kerajaan yang sedang mengintip tadi salah artikan, dia berpikir kakak adik tersebut ingin melakukan perkawinan sejarah, tanpa berpikir panjang sang pengawal kerajaan itu langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Tan Nunggal.
Raja Tan Nunggal sangat terkejut, dia sangat malu dengan kejadian itu, sebelum anaknya berbuat hal yang dapat merusak citra atau nama baik kerajaan Sambas bahkan dapat memberikan aib bagi kerajaan, padahal apa yang iya dengar semuanya salah belaka. TanNunggal langsung memerintahkan kepada prajuritnya untuk mengubur kedua anaknya yaitu Bujang Nadi dan Dare Nandong beserta dengan ayam jago milik Bujang Nadi dan mesin tenun milik Dare Nandong.
Kemudian kedua kakak adik tersebut di kubur hidup-hidup di daerah Sebedang Kecamatan Tebas tentunya masih di Kabupaten Sambas. Konon katanya masyarakat setempat sampai pada saat ini masih percaya bahwa kuburan tersebut sangat angker karena setiap malam jumat sering mendengar kokokan suara ayam jantan yang berasal dari kuburan Bujang Nadi dan Dare Nandong yang di kubur dalam satu makam, bahkan kadang-kadang terdengar suara orang sedang menenun kain yang juga berasal dari kuburan tersebut yang di duga milik Dare Nandong.
Raja yang tak kenal belas kasihan, Tan Unggal, menguburkan kedua anaknya hidup-hidup dalam sumur yang berlapis batu. Bujang Nadi dan Dare Nandung, kedua anaknya yang sangat dia cintai telah melukai hatinya karena dianggap berbuat serong dengan menjalin hubungan cinta terlarang antara saudara sedarah. Selepas kepergian dua buah hatinya dia sendiri dikhianati rakyatnya yang tidak lagi sanggup dipimpin oleh raja lalim, terkurung dalam peti besi dia dibuang ke sungai untuk menghentikan perilaku kejamnya. Apakah mereka benar-benar sudah lenyap dari muka bumi atau mereka hanya “terkubur” dan menunggu waktu untuk “dibebaskan”?
Dikutip dari Pencerita : M. Alwi dalam Cerite Tan Nunggal, Bujang Nadi, dan Dare Nandung.sastrasekura.blogspot.com