Asal Usul Kabupaten Sekadau

Raja Kusumanegara Sekadau Pangeran Agung Sri Negara II Gusti Muhammad Effendi duduk di singgasana bersama permaisuri Raja Kusumanegara Sekadau Pangeran Agung Sri Negara II Gusti Muhammad Effendi duduk di singgasana bersama permaisuri pada penobatan di keraton Kusumanegara Desa Mungguk Kecamatan Sekadau Hilir sumber Tribun Pontianak 15 Juni 2018

Kabupaten Sekadau adalah salah satu Kabupaten di wilayah timur Provinsi Kalimantan Barat, . Ibu kotanya adalah Kecamatan Sekadau Hilir. Kabupaten Sekadau merupakan daerah kecil yang memiliki potensi jalur transportasi segitiga, yakni daerah Nanga Taman dan Nanga Mahap yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ketapang

Kota Sekadau merupakan kota yang dilewati oleh jalur ke kota maupun pedalaman, daerah Tiga Belitang berbatasan        dengan SenaningKabupaten Sintang dan SarawakMalaysia. Kabupaten Sekadau di resmi berdiri pada tanggal 18 Desember 2003 setelah melakukan pemekaran dari Kabupaten Sanggau. Di Provinsi Kalimantan Barat , Kabupaten Sekadau dikenal sebagai salah satu penghasil kebun Kelapa Sawit, Kakao, Karet dan Buah Durian dengan kualitas terbaik

Asal nama Kabupaten Sekadau menurut cerita , diambil dari sejenis pohon kayu yang banyak tumbuh dimuara sungai yang sekarang disebut sungai sekadau. Oleh penduduk setempat pohon kayu ini disebut batang adau sejenis pohon belian (kayu besi) yang banyak tumbuh di hutan setempat.

Pada versi lain menyebutkan sekadau berasal dari kata “ Sekadau” yang timbul dari kebiasaan masyarakat setempat  di pedalaman yang jika melihat sesuatu yang asing maka selalu menyebutkan “Baru Adau” ( baru melihat)

Sebelum berubah status menjadi Kabupaten dari Pemekaran Kabupaten Sanggau pada 18 Desember 2003, wilayah Sekadau dahulunya adalah wilayah kerajaan atau kawedanan.

Asal-usul kerajaan ini bermula dari pecahan rombongan Putri Dara Nante, yang berasal dari Kerajaan Surya Negara Sanggau yang juga masih keturunan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di bawah pimpinan Singa Patih Bardat pada tahun 1870 an ,Rombongan ini menyusuri Sungai Sekadau, anak dari Sungai Kapuas. Dalam perkembangannya, mereka menurunkan suku Kematu, Benawa, Senganan, dan Mualang. Keturunan Dayak Mualang itulah yang akhirnya menurunkan raja-raja Sekadau. Adapun penguasa pertama Kerajaan Sekadau adalah Pangeran Engkong, yang memiliki tiga anak laki-laki bernama Pangeran Agong, Pangeran Kadar, dan Pangeran Senarong. Pangeran Kadar kemudian dipilih oleh Pangeran Engkong sebagai penerusnya karena dianggap lebih mampu memahami kehendak rakyat dan lebih bijaksana daripada kakaknya, Pangeran Agong. Setelah Pangeran Kadar, Kerajaan Sekadau dipimpin oleh Pangeran Suma, yang sebelumnya dikirim untuk belajar agama Islam di Mempawah yang merubah kerajaan Sekadau menjadi Kesultanan Islam
 ada masa pemerintahan Pangeran Suma, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Bara dan dibangun sebuah masjid kerajaan. Meski Sekadau masih berstatus sebagai kerajaan yang berdaulat, tetapi pengaruh Belanda mulai masuk dan mengakar kuat. Bahkan Belanda juga sering melibatkan diri dalam permasalahan internal Kerajaan Sekadau. Selanjutnya, Pangeran Suma digantikan oleh putra mahkotanya yang bernama Abang Todong dengan gelar Sultan Anum. Dalam perkembangannya, hubungan dengan Belanda semakin memanas karena Kerajaan Sekadau dicurigai akan melakukan perlawanan. Hal ini terjadi setelah pemerintahan Panembahan Gusti Mekah Kusuma Negara berakhir dan Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan menjadi raja. Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara berserta keluarganya ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Malang karena dianggap menghasut para tumenggung untuk memberontak.

Sejak menguasai Sekadau, kedudukan Belanda di Kalimantan Barat semakin kuat. Setelah itu, Sekadau menjadi bagian afdeeling (wilayah administratif) Sanggau. Ketika Jepang menguasai Kalimantan Barat, Sekadau dijadikan sebagai syu, setara dengan daerah kabupaten. Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Kalimantan Barat berubah status menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat yang terdiri dari 12 swapraja dan 3 neo-swapraja. Adapun Sekadau masuk dalam daerah swapraja yang dipimpin oleh Muhammad Kolen dari tahun 1946 hingga 1952.

Riwayat Kerajaan Sekadu berakhir ketika penguasanya menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintahan Pusat di Jakarta pada 1952.

Raja-raja Kerajaan Sekadau

  1. Pangeran Engkong (1780-…)
  2. Pangeran Kadar Pangeran Suma atau Kusuma Negara (…-1830)
  3. Abang Todong atau Sultan Anum (1830-1860)
  4. Abang Ipong atau Pangeran Ratu (1861-1867)
  5. Gusti Mekah atau Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara (1867-1902)
  6. Akhmad Sri Negara I (1902-1910) dan (1919)
  7. Gusti Ahmad Pangeran Nata Negara
  8. Adi Abul Murad Gusti Muhammad (1931-1944)
  9. Gutsi Kelip (1944-1946)
  10. Abang Kolen (1946-1952)      

Diabad modern sejak berubah status menjadi Kabupaten Sekadau hasil pemekaran dari Kabupaten Sanggau pada tahun 2004, Kepala Daerah Sekadau dijabat oleh seorang Bupati dengan rincian sebagai berikut :

  1. Murjadi Abdullah (Pj Bupati ) periode 14 Januari 2024 s/d 25 Januari 2025
  2. Abdul Muis Hakka (Pj Bupati) periode 25 Januari 2005 s/d 15 Agustus 2005
  3. Simon Petrus Bupati 15 Agustus 2005 s/d 15 Agustus 2015 ( dua periode)
  4. Moses Hermanus Munsin ( Pj Bupati) periode 15 Agustus 2015 s/d 17 Februari 2016
  5. Rupinus Bupat periode 17 Februari 2016 s/d 17 Ferbruari 2021
  6. Franz Zeno ( Pj Bupati) periode 17 Februari 2021 s/d 1 April 2021
  7. Ani Sofian ( Pj Bupati) 1 April 2021 s/d 26 April 2021
  8. Aron Bupati periode 26 April 2021 s/d 27 Mei 2021
  9. Franz Zeno ( Pj Bupati) 27 Mei 2021 s/d 19 Juni 2021
  10. Aron Bupati periode 19 Juni 2021 s/d 19 Juni 2026

Sumber;

Ivan Taniputera.2017. Ensiklopedia Raja Raja Nusantara:Hikayat Sejarah dan Pemerintah Daerah Kabupaten  Sekadau

Wikipedia/ Bupati Sekadau

Leave a Reply