
Etnis Melayu yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, umumnya terdiri dari pendatang melayu yang datang dari luar Pulau Kalimantan dan melayu masa kini dan orang –orang setempat atau melayu pribumi. Melayu masa kini berasal dari kawasan melayu di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau dan Semenanjung Malaysia, Malaysia Timur yang meliputi Sabah dan Sarawak sampai Brunei Darussalam. Melayu asli Kalimantan yang sudah lama bermukim di Pulau Kalimantan umumnya memiliki pertalian erat dengan orang -orang dayak.
Hubungan dayak dan melayu dapat ditarik dari kekerabatan baik secara vertikal maupun horizontal. Baik berasal dari satu moyang, kerabat jauh ataupun garis perkawinan, orang dayak yang masuk Islam menyebut dirinya orang melayu. Karena orang melayu memang identik dengan suku yang memeluk agama Islam.
Umumnya, istilah Melayu selalu merujuk pada Kepulauan Melayu yang mencakup kepulauan di Asia Tenggara. Selain itu, istilah Melayu juga bermakna sebagai etnik atau sebutan untuk orang Melayu Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu, serta tempat-tempat lain yang menggunakan bahasa Melayu.
Mengutip pernyataan Prof Jacub Rais seorang pakar Geodesi dari Institut Teknologi Bandung yang mengutip pernyatan bersayap pujangga Inggris Sir William Shakespeare bahwa kita terpesona dengan kalimat “ What Is Name” tetapi tidak berlaku dalam topomini yang selalu mengatakan “behind a name is long history of human settlement Manusia selalu memberi nama unsur unsur dlingkungannya sejak manusia berbudaya dan menetap disuatu tempat. Nama nama gunung, sungai, bukit bahkan nama desa tempat manusia itu tinggal diberi nama acuan yang terkait dengan bahasa dan budaya masyarakat itu sendiri.
Etnis Melayu dikenal dengan masyarakat beragama Islam, dengan pusat pusat kebudayaannya terletak di Kesultanan Kesultanan Melayu yang ada di Kalimantan Barat, seperti Pontianak, Mempawah, Ngabang, Kubu, Sanggau, Sekadau dan Sintang, Matan, Sambas dan Selimbau. Burhanuddin Elhulaimy dalam bukunya Asas Falsafah Kebangsaan Melayu (1950) mencatat beberapa istilah Melayu. Disebutkan dalam bukunya, Melayu berasal dari kata Mala berarti mula dan Yu yang berarti negeri. Apabila dirangkum, semua istilah itu mengartikan kata Melayu sebagai suatu negeri yang mula-mula didiami dan mendapat banyak hujan.
Asal usul penduduk asli Kalimantan Barat menurut berapa ahli sejarah antara lain Van Ljiden, Scwaner, Eari dan Van Eerde, mengatakan bahwa penduduk asli Kalimantan Barat berasal dari Negritos ( bangsa niger kecil yang berambut keriting) yang datang dari kepulauan Phlipina dan Sulu. Di Zaman purba bangsa Negrito mengembara hingga Pulau Kalimantan dan disana dianggap sebagai bangsa asli Kalimantan atau orang Dayak. Sementara di pihak lain menurut Logan pengarang “Etnologi Of Lan Archipel” mengatakan yang pantas disebut penduduk asli Kalimantan adalah bangsa Laos yang berasal dari Kamboja, disusul bangsa Annam, India dan China yang pindah ke pulau kosong saat itu (Kalimantan). Sejarahwan Jullus Kogel dan de Couret mengatakan penduduk asli Kalimantan adalah orang Pari-Out yang mempunyai ekor panjang. Menurut Sejarah Bangsa Cina pada awal abad ke 7 bahwa suku dayak berasal dari Cina. Bangsa Melayu termasuk dalam rumpun ras astronesia. Dalam catatan sejarah Orang melayu juga digolongkan dalam ras melayu polinesia yang ada di wilayah Asia Tenggara.
Lebih lanjut, pendapat lain menyebutkan kata Melayu pernah muncul pada 644 M dalam catatan Kerajaan China. Berdasarkan catatan tersebut, Melayu yang ditulis “Moleyeo” merupakan nama sebuah kerajaan yang pernah mengirim utusan ke negeri China untuk melakukan kerja sama. Kemudian, dalam catatan I-Tsing, seorang biksu China pada abad ke-7, istilah Melayu juga pernah ditulis. Menurut catatan itu, I-Tsing pernah berkunjung ke Kerajaan Melayu, yaitu pada tahun 671 dan 685 M.
Istilah Tanah Melayu menjadi populer karena disebutkan dalam Hikayat Hang Tuah sekitar abad ke-17. Pada masa itu, istilah Tanah Melayu biasa digunakan untuk menyebutkan wilayah yang dikuasai Kesultanan Melaka. Sebab, sekitar abad ke-16, penjelajah Portugis, Tome Pires, yang pernah menetap di Malaka sejak tahun 1512 hingga 1515, juga menggunakan istilah sama, yaitu Melayu. ada abad ke-20, istilah Tanah Melayu dipergunakan oleh Nasionalis di Semenanjung Malaya yang ingin negeri-negeri Melayu bisa berdiri sebagai satu entitas.
Pembentukan identitas Melayu dalam konteks Kalimantan Barat dimulai sejak Islam masuk ke wilayah ini. Proses terbentuknya suku melayu menjadi salah satu pribumi asli diawali dengan penyebaran agama Islam yang dibawa orang orang melayu dari semenanjung malaka dan pulau sumatera, kemudian disusul penyebar agama Islam dari Arab, Yaman, India dan Pakistan. Daerah penyebaran agama Islam melalui aliran sungai Sambas yang juga cikal bakal berdirinya Kesultanan Sambas yang merupakan Kesultanan Islam pertama di Kalimantan Barat, kemudian menyebar ke Singkawang, Mempawah, Pontianak dengan menyusuri sungai Kapuas. Selanjutnya penyebaran agama Islam dilakukan melalui Sungai Landak, melewati Tayan, Sanggau, Sekadau, Sintang dan Nanga Pinoh sampai ke Putussibau. Penyebaran ini berlangsung dari tahun 1550 masehi sampai dengan 1800 masehi. Sebagian suku bangsa dayak di pedalaman Kalimantan Barat yang telah memeluk agama Islam secara langsung mengikuti pola hidup suku melayu. Dengan demikian suku melayu yang berasal dari pribumi asli sama kedudukannya dengan suku dayak sebagai penduduk asli pulau Kalimantan.
Melayu sebagai identitas politik dan budaya di Kalimantan Barat muncul dalam berbagai bentuk. Sebagai identitas politik, Melayu dikaitkan dengan kesultanan dan kekuasaan, khususnya kekuasaan masa lalu. Di provinsi Kalimantan Barat sendiri teridentifikasi setidaknya 13 kerajaan atau pertuanan Melayu,mulai dari Pontianak, Sambas, Mempawah, Ketapang, Sukadana, hingga Landak dan Sintang.
Pada aspek budaya, bentuk identitas budaya Melayu yang sifatnya umum merujuk kepada orang Melayu secara keseluruhan. Contohnya adalah budaya silat, jepin, barzanji, tepung tawar, dan juadah yang dianggap sebagai budaya Melayu yang umum. Sedangkan bentuk identitas budaya yang sifatnya khusus merujuk kepada sub-Melayu. Misalnya, identitas bubur padas, kue lapis, saprahan, dan balale’ untuk masyarakat Melayu Sambas; masakan asam pedas dan meriam karbit untuk Melayu Pontianak dan sekitarnya; ale-ale untuk makanan khas Melayu Ketapang, temet (kerupuk basah) dan lamoy untuk masyarakat Melayu di Kapuas Hulu. Contoh lain dari identitas budaya Melayu yang bersifat khusus adalah batik pucuk rebung sebagai identitas Melayu Pontianak, syair gulung sebagai identitas Melayu Ketapang, tumpang negeri sebagai identitas Melayu Ngabang.
Identitas budaya yang seperti ini umumnya masih terjaga keberlangsungannya hingga kini dan ditampilkan dalam berbagai kegiatan. Selain dalam tradisi upacara adat,kesenian, dan kuliner, ada pula identitas lain yang dapat mem-perlihatkan identitas budaya Melayu yang bersifat khusus, yaitu dialek. Misalnya, dialek Sambas untuk orang Melayu Sambas (dan Singkawang), dialek Melayu Pontianak untuk orang Melayu Pontianak, dialek Melayu Ketapang untuk orang Melayu di Ketapang, dialek Sanggau untuk orang Melayu di Sanggau dan Sekadau, dialek Melayu Sintang untuk Melayu Sintang, dialek Melayu Pinoh untuk Melayu di penghuluan Sungai Melawi, Melayu Putussibau untuk orang Melayu di Putussibau dan Semitau, dialek Melayu Embau untuk orang Melayu disepanjang Sungai Embau, dialek Melayu Selimbau, untuk orang Melayu di Selimbau, dan masih banyak lagi dialek lainnya.
Identitas Melayu dari bahan budaya ini diperkuat dengan pembentukan lembaga Majelis Adat dan Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM) di Pontianak tahun 1997 dan pembangunan rumah Melayu Kalbar di Pontianak tahun 2003. MABM melakukan pengukuhan identitas Melayu antara lain melalui pergelaran Festival Seni Budaya Melayu (FSBM). Pada festival ini diselenggarakan pentas tari, tampilan pakaian adat, pengenalan tradisi khusus (seperti saprahan yaitu makan bersama secara berkelompok dalam satu majelis), dan lain sebagainya. Selain itu, muncul juga organisasi-organisasi lain yang mengatas namakan Melayu, sebagai contoh Melayu Arus Bawah, Laskar Melayu, Permak, Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu (PFKPM), Pemuda Melayu, dan Perkumpulan Orang Melayu (POM).Sekalipun lembaga-lembaga tersebut lebih banyak yang bergerak di bidang yang berkaitan dengan gerakan politis,tetapi mereka memilih simbol budaya Melayu sebagai titik perhatian utama. Maka, di Pontianak terlihatlah kegiatan-kegiatan pentas seni, saprahan massal,serta pawai atau kirab budaya Melayu.
Sumber :
- kompas.com/stori/read/2023/08/30/100000179/asal-usul-istilah-tanah-melayu
- Chin, James. (2020). Malaysia: The 2020 Putsch for Malay Islam Supremacy. The Round Table.
- Ahyat. Ita Syamsiyah. 2005. Dinamika dan Pengaruh Budaya Melayu Di Kalimantan Barat. Prosciding International Conference Indonesia Studies
- Yusriadi. 2018. Identitas Dayak dan Melayu Di Kalimantan Barat. Pusat Studi Bahasa dan Masyarakat Borneo. IAIN Pontianak