
Temuan Sambas atau Harta Karun Sambas adalah benda temuan arkeologi berharga berupa artefak arca-arca Buddha berbahan emas, perak, dan perunggu yang ditemukan di Kota Sambas di Kalimantan Barat yang kini menjadi koleksi British Museum di London. Inggris Harta karun Sambas ditemukan di dalam guci tembikar di pantai barat daya Kalimantan pada dekade 1940-an. Temuan ini kemudian dijual oleh penemunya, dan jatuh ke tangan Tan Yeok Seong, seorang kolektor dan sejarahwan Asia Tenggara warga Singapura. Harta karun ini kemudian dibeli oleh seorang filantropi PT Brooke Sewell, yang kemudian menyumbangkannya kepada British Museum pada 1956.
Kerajaan Sambas kuno adalah negara Sambas kuno yang mula-mula berdiri sekitar abad ke 7 (hingga sampai masa Kerajaan Panembahan Sambas yang berakhir sekitar tahun 1675 di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia.
Kerajaan Panembahan Sambas merupakan pendahulu Kesultanan Sambas yang merupakan kesultanan Islam, sebagaimana halnya Kerajaan Kutai merupakan kerajaan pendahulu yang ditaklukan oleh Kesultanan Kutai. Tetapi Dinasti (garis keturunan) Raja-Raja Kerajaan Sambas berbeda dengan Dinasti / Nasab Sultan-Sultan Kesultanan Sambas.
Penguasa Kerajaan Sambas bergelar Ratu atau Panembahan. Ratu merupakan gelar penguasa yang levelnya berada di bawah dari gelar Maharaja (disebut Sultan pada masa Islam). Panembahan merupakan gelar yang mulai populer sejak 1500 karena digunakan oleh Panembahan Jimbun (alias Raden Patah), raja pertama Kesultanan Demak.
Pada mulanya negara Sambas (Kerajaan Sanujuh / Neng Rio / Nek Riuh, milik Dayak bakati utara) menjadi vazal Kerajaan Bakulapura (bawahan Singhasari). Pada masa itu Tanjung Dato menjadi perbatasan wilayah mandala Bakulapura/Tanjungpura/Sukadana dengan wilayah mandala Borneo/Brunei/Barune.
Selanjutnya negara Sambas (Kerajaan Tan Unggal) menjadi vazal Kerajaan Tanjungpura (penerus Bakulapura) yaitu provinsi Majapahit di Kalimantan.
Kerajaan Sambas merupakan salah satu kerajaan besar dan kerajaan tua yang ada
di Kalimantan Barat. Hal tersebut, dibuktikan dengan adanya penemuan benda-benda
arkeologis seperti gerabah dan patung Hindu di wilayah Sungai Sambas yang
menunjukkan telah berdirinya sebuah Kerajaan sekitar abad ke-6 dan ke-7. Informasi itu
diperkuat lagi dengan posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Malaka yang
merupakan lalu lintas perdagangan dunia. Sehingga Kerajaan Sambas diyakini telah
berdiri sekitar abad ke-5 M hingga abad ke-7 M, hampir bersamaan dengan berdirinya
Kerajaan Batu Laras di Hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjung
Pura, (Andi Rizulfikar 2009: 117).
Namun secara otentik Kerajaan Sambas telah eksis pada abad ke 14 M, yang
ketika itu menjadi negara vassal Kerajaan Majapahit. Informasi tersebut tertulis dalam
karya sastra sejarah Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Pranca pada zaman Gajah
Mada (1364) sebagaimana yang dikutip oleh I Ketut Riana (2009; 97), berikut ini:
Hilwas lawan samudera mwang-i lamur-i batan lampung mwang-i barus, yeka
dhinyang watek bhumi malayu satanah kapwa matehanut, len tekang nusa tanjung
nagara ri kapuhas ri katingan, sampit mwang kuta lingga mwang-i kuta waringin
sambas mwang-i lawa
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa Sambas adalah sebuah negeri di bawah
penguasa Melayu.
Namun Melayu di sini bukanlah Melayu yang identik dengan Islam,
melainkan lebih dekat dengan agama Hindu, karena Suku Melayu yang masuk ke ]
Sambas pada abad ke-11 menurut Johan Weintre (2004; 20) adalah Melayu yang
membawa unsur-unsur Hindu dari Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Informasi tentang masuknya Islam di Sambas baru ditemukan pada awal abad
ke-15 M, yang terjadi secara damai sebagaimana masuknya Islam secara umum di
Indonesia. Keberadaan orang-orang Islam ditandai dengan berdirinya komunitas
Muslim Hanafi pada tahun 1407 M, (Mangaradja Onggang Parlindungan 2007: 652-
653).
Meskipun kehadiran orang-orang Islam telah ditemukan sejak awal abad ke-15 M,
namun belum mengubah citra Sambas sebagai sebuah Kerajaan Hindu karena
perkembangan Islam masih terbatas pada daerah-daerah pelabuhan dagang dan hanya
mampu menembus kota-kota kecil yang merupakan tempat kegiatan perekonomian.
Pemerintahan Kerajaan Sambas pada masa itu, dijalankan oleh mayoritas
pejabat-pejabat tinggi beragama Hindu, oleh karenanya abad ke-14 M sampai awal abad
ke-17 M, Kerajaan Sambas disebut Kerajaan Hindu.
Suatu Kerajaan bisa dikatakan Kerajaan Islam menurut Pierre Yves Manguin dalam Tan Ta Sen (2010; 203), apabila penguasa tertinggi, para pejabat tinggi istana dan sebagian besar tokoh masyarakat telah
memeluk Islam. Mengacu pada konsep tersebut maka cikal bakal berdirinya Kerajaan
Islam Sambas atau yang disebut Kesultanan Sambas, baru terjadi pada paruh kedua
pertengahan abad ke-17 M. Hal tersebut dapat ditelusuri dari kedatangan Raja Tengah
pada tahun 1620 M. Kemudian menikahkan anaknya bernama Raden Sulaiman dengan
salah seorang putri Kerajaan Hindu yang bernama Mas Ayu Bungsu. Raden
Sulaimanlah nanti akan mendirikan Kesultanan Sambas pada tahun 1630 M, (Pabali
Musa 2003: 1)
Masa Pemerintahan Kerajaan Hindu Sambas
Sambas dikenal sebagai sebuah negeri yang berpenguasa jauh sebelum
berdirinya kesultanan 1630 M. Dalam sumber lokal disebutkan bahwa pada abad ke-14
M Sambas adalah sebuah Negeri yang diperintah oleh Raden Janur dengan pusat
ibukotanya berada di Paloh. Eksistensi Kerajaan ini setidaknya diketahui sampai
datangnya pasukan Majapahit mulai tahun 1350-1364 M yang mendarat di Pantai
Sambas bernama “Jawi” dan karena itulah tempat pendaratan tersebut sekarang disebut
Jawai, (Andi Rizulfikar 2009: 118). Dengan datangnya pasukan Majapahit maka
kekuasaan Raden Janur berakhir, sehingga dapat dikatakan sejak saat itu berdirilah
Kerajaan Hindu Sambas.
Secara umum memang tidak banyak bukti peninggalan Kerajaan Hindu di
Kerajaan Sambas, salah satunya dikarenakan kondisi geografis daerah tersebut yang
umumnya merupakan daerah rawa berlumpur dan tidak ada batu besar, sehingga
peninggalan sejarah sulit dibuat dan mudah hancur oleh air dan lumpur. Namun ada
beberapa arca Hindu Budha yang dibuat dari emas yang sekarang terdapat di British
Museum London cukup membuktikan bahwa Kerajaan Hindu pernah eksis di Negeri
Sambas. (Ansar Rahman, et.al. 2001: 13). Sehingga Negeri Sambas sejak abad ke-14 M
dikatakan sebagai negeri koloni Majapahit.
Kekuasaan Majapahit terus berlanjut di bawah pemerintahan keturunan
Wiqrama Whardana yang menjadikan Paloh sebagai pangkalan pendaratan bagi
pasukan Majapahit pada masa-masa berikutnya. Selanjutnya pada tahun 1484 M
Kerajaan tersebut diperintah oleh Raja Gipang lalu diteruskan oleh pemerintahan Ratu
Sepudak sejak tahun 1550 M, (Pabali Musa 2010; 2-3). Pada masa ini, pusat Kerajaan
dipindahkan dari Paloh ke Kota Lama di Benua Bantanan Tempapan Kecamatan Teluk
Keramat sekarang. Kerajaan Ratu Sepudak atau yang disebut Kerajaan Sambas Tua
sejak tahun 1570 M tidak lagi menjadi daerah taklukan Kerajaan Majapahit melainkan,
menjadi daerah di bawah kekuasaan Kerajaan Tumasik atau Johor di Semenanjung
Malaka. Ketundukan tersebut dibuktikan dengan memberikan upeti setiap tahunnya
kepada Kerajaan Johor, (Muhammad Syafiuddin II 1903; 18).
Belum ditemukan bukti-bukti yang jelas tentang bagaimana pemerintahan rajaraja tersebut. Sumber Barat yang paling tidak menunjukkan bahwa Sambas adalah
sebuah Kerajaan yang eksis dalam jaringan perdagangan, dapat dilihat dengan kontrak
perjanjian dagang antara Raja Sambas yang kemungkinan Ratu Sepudak dengan
Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1609 M dalam hal monopoli
perdagangan emas. (ANRI, Borneo West, No. 16/17, 1609). Berbagai sumber lokal
menjelaskan bahwa pada masa itu hubungan penguasa Sambas dengan kolonial Belanda
hanya terbatas pada pendirian loji. Loji terakhir di Kerajaan Sambas masih tetap aktif
sampai tahun 1615 M yang dipimpin oleh Hendrik Vaak. Namun pada tahun 1623 M,
loji di Sambas resmi ditutup karena keuntungan yang diperoleh kolonial tidak sebanyak
yang diperkirakan semula. Penutupan loji tersebut diperkirakan karena kolonial Belanda
belum berhasil memonopoli perdagangan di Kalimantan Barat secara ketat, karena
hanya dengan Kerajaan Sambas saja Belanda berhasil membuat perjanjian yang
menguntungkan, (Muhammad Gade Ismail 1985; 37).
Selain itu, informasi tentang adanya pemerintahan Ratu Sepudak juga
disebutkan dalam Naskah Asal Raja-raja Sambas yang telah ditransliterasi oleh Pabali
H. Musa (2003; 51-55), sebagai berikut:
“…Syahdan maka adalah pada masa itu ber-Negeri di Kota Lama’ maka adalah
rajanya bernama Ratu Sepuda’ beranak dua orang perempuan pertama-tama yang
tuanya bernama Mas Ayu Anom dan yang bungsu bernama Mas Ayu Bungsu dan
saudaranyapun anaknya dua orang laki-laki yang seorang bernama Pangeran Prabu
Kencana dan seorang bernama Pangeran Mangkurat maka Pangeran Parbu Kencana
itu dikawinkan dengan Mas Ayu Anom kemudian dijadikan raja dan digelarnya Ratu
Anom maka ialah yang memegang perintah memerintah Negeri Sambas adapun
Pangeran Mangkurat menjadi patih yang memerintahkan di bawahnya Pangeran Ratu
Anom…”.
Keterangan di atas setidaknya menjelaskan bahwa pemerintahan Kerajaan Hindu
pada masa lalu telah eksis sampai awal abad ke-17 M, dilihat dari pemerintahan Ratu
Sepudak lalu diteruskan oleh keponakan sekaligus menantunya yang bernama Ratu
Anom Kesuma Yudha. Kemudian dalam struktur pemerintahannya terdapat patih atau
wazir yang membantu dalam menjalankan pemerintahan.
Pada tanggal 1 Oktober 1609, Pangeran Adipati Saboa dari Kerajaan Sambas melakukan pakta kerjasama dengan VOC Belanda . Sebelum berdirinnya Kerajaan Sambas didaerah Sungai Sambas ini sudah berdiri beberapa kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarya sampai terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan urutan sebagai berikut :
- Keraton I disebut Kerajaan Sanujuh ( Neng Rio/Neng Riuh versi Dayak Kanayatn sekitar Abad 7 s/d 14 Masehi berpusat disungai rejang
- Keraton II disebut kerajaan Tan Unggal Milik Dayak dan Jawa pada abad 15 masehi berpusat di sungai raya
- Keraton III disebut Kerajaan Sambas pada abang ke 16 Masehi berpusat di paloh
- Keraton IV disebut Kesultasn Sambas pada abad ke 17 s/d 20 masehi. Berpusat di Kabupen Sambas sekarang
Sumber :
- wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sambas
- Risa. Islam Dikerajaan Sambas. Studi Awal Tentang Islamisasi Kerajaan Sambas, Jurnal Khatulistiwa. Volume 4 Nomor 2 September 2014
- /p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kerajaan_Sambas
- misterpangalayo.com/2015/11/jejak-sejarah-kerajaan-nek-riuh-di.htm
- Sambas Treasure in British Museum