
dr. Juliarti Djuhardi Alwi Bupati Sambas Periode 2011 -2016
Di Provinsi Kalimantan Barat dalam sejarah tercatat pernah memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipimpin oleh perempuan baik di tingkat pemerintahan kota dan kabupaten, mulai dari Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sambas sampai Kabupaten Mempawah
Berdasarkan catatan sejarah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat sampai tahun 2024 pernah dipimpin oleh dua walikota perempuan, satu Pj walikota perempuan dan tiga bupati perempuan, bahkan Kota Pontianak bisa jadi kota di Indonesia pertama yang dipimpin oleh seorang walikota perempuan yakni Rohana Muthalib yang memimpin Pemerintahan Kota Pontianak pada tahun 1950 -1953 setelah diangkat oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak berdasarkan Keputusan Pemerintah Kerajaan Pontianak bertanggal 14 Agustus 1950 No. 24/1/1950. Dan di tahun 2018 Kota Pontianak juga kembali dipimpin oleh seorang Pj. Walikota Perempuan yang dijabat Dra. Maemudah pada Mei sampai dengan Juni 2018. Saat Pilwako 2018
Literatur tentang Walikota perempuan pertama di Kota Pontianak ini memang sangat minim, karena sedikitnya media surat kabar di Kalimantan Barat pada tahun 1950 sampai tahun 1953 yang membahas suara dan kiprahnya, tapi yang jelas sebagai penghargaan atas dedikasinya terhadap Kota Pontianak, nama Rohana Muthalib di abadikan menjadi nama ruangan aula di Badan Perencanaan Pembangunan Kota Pontianak sampai sekarang. Hal ini tentu berbeda dengan Walikota perempuan pertama dari Kota Singkawang yang terpilih pada pemilihan Walikota Singkawang tahun 2017, yakni Tjai Chui Me yang suara dan kiprahnya dapat kita telusuri banyak media daerah maupun nasional. Sedangkan untuk tingkat kepala daerah Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat terdapat dua Bupati perempuan yakni dr. H. Djuliarti Djuhardi Alwi, M.Ph di Kabupaten Sambas dan dr. Karolin Margreth Natasha di Kabupaten Landak dan Hj, Erlina Ria Norsan, SH, MH.
Munculnya Kepala Daerah perempuan di Indonesia tidak terlepas dari perubahan iklim politik dimana sebelum tahun 2005 di Indonesia, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih tidak langsung melalui perwakilan rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.
Pemilihan kepala daerah secara langsung diartikan sebagai pemilihan oleh rakyat secara langsung. Mayoritas suara terbanyak menjadi acuan pemenang pada pilkada tersebut serta pemilihan oleh rakyat secara langsung serentak diadakan seluruh daerah. Pemilihan langsung memiliki korelasi erat dengan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung rakyat dapat menentukan sendiri pemimpin didaerahnya sehingga terjalin hubungan yang erat antara kepala daerah dengan rakyat yang dapat mendorong penyelenggaraan pemerintah daerah yang demokratis dan partisipatif. Peluang perempuan untuk menduduki kepala daerah dengan adanya pemilihan kepala daerah sebagai hasil kedaulatan rakyat, tokoh perempuan yang berhasil meraih suara terbanyak dan dinyatakan sebagai pemenang pilkada dan dilantik menjadi Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota lewat konstitusi yang syah tentu akan mengemban amanat rakyat dan wajib melakukan sumpah jabatan dengan menyebut nama Allah secara langsung dipilih Dalam tradisi jawa, kepala negara ideal disimbolkan dengan nama “ Ratu Adil”, mengapa Ratu bukan Raja ? Sama halnya dengan penyebutan Ibu Kota bukan Bapak Kota ?
Indonesia menyebut tanah air dengan ibu pertiwi. Istilah ini tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin tapi dengan sifat kasih sayang dalam penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada rakyat. Ratu adil adalah pemimpin yang mendahulukan mufakat dalam pengambilan keputusan namun tegas dalam penegakan hukum, melayani dan mencukupi kebutuhan dasar rakyat, pangan,sandang pangan, pendidikan, kesehatan dan kebebasan berekpresi rakyat menjadi cukup terbuka
Faktor dasar yang dapat dianggap mempengaruhi kemunculan pemimpin perempuan di dunia politik adalah budaya patriarkhi, martyrdom, pertalian keluarga, gaya hidup, konteks sejarah dan sistem politik. Jika kita melihat sejarah pemimpin perempuan di dunia termasuk Indonesia tidak terlepas dari peran keluarga, atau perempuan yang terjun ke dunia politik dimungkinkan karena memiliki hubungan dan dengan dukungan keluarga yang terjun didunia politik sebelumnya sebut saja pemimpin dunia seperti Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhuto, Perdana Menteri India Indira Ghandi, Pemimpin Myanmar Aung San Su Kyi, Presiden Fhilipina Gloria Arroyo dan Presiden Indonesia Megawati Soekarno Putri yang berasal dari keluarga politikus atau punya darah politik dari ayah mereka yang pernah menjadi tokoh partai politik dan menjabat Presiden.
Jika menelisik dari asal usul kepala daerah perempuan yang pernah menjabat Bupati dan Walikota di Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat didapat fakta bahwa ketiga bupati perempuan ini memang berasal dari keluarga politikus atau tokoh masyarakat yang berpengaruh di daerahnya Djuliarti Djuhardi Alwi misalnya Bupati Sambas yang mengawali karier sebagai dokter di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat ini diketahui merupakan putri tokoh masyarakat Kabupaten Sambas H. Djuhardi Alwi Bakran pendiri Organisasi Masyarakat Kijang Berantai mendapat gelar Datok Panglima dari Majelis Adat Budaya Melayu Kabupaten Sambas. Wanita kelahiran Sambas 14 Oktober 1960 ini menjadi Bupati di Serambi Mekkah Kalimantan Barat. Juliarti memimpin Kabupaten Sambas dari periode 2011-2016. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Bupati Sambas pada periode 2006-2011 mendampingi Ir. H. Burhanuddin A Rasyid.
Pendidikan ibu tiga anak ini pun terbilang cukup cemerlang, setelah menamatkan SD, SMP, dan SMA, ia melanjutkan studi ke Malang di Universitas Brawijaya hingga mendapatkan gelar profesi dokter.
Bupati Sambas yang lama berkarier di Dinas Kesehatan ini juga merupakan kader Nahdatul Ulama dan juga pernah aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Barat.

Karolin Margret Natasha Bupati Landak Periode 2017-2022 diketahui juga berasal dari keluarga Politikus Ayahnya, Cornelis merupakan tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Kalimantan Barat pernah menjabat Bupati Landak dan Gubernur Kalimantan Barat dua periode. Perempuan yang pernah menjadi dokter umum PTT di Kabupaten Landak ini memulai karier politiknya dengan menjadi juru kampanye ayahnya saat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten Landak dan Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat serta maju dalam pemilihan anggota DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Barat dan berhasil duduk di Kursi DPR selama dua periode yakni periode 2009 -2014 dan 2014-2018 sampai akhirnya maju pada pemilihan Bupati Landak tahun 2017 untuk masa jabatan 2018 -2023 dan kembali bertarung di Pemilihan Bupati Landak untuk periode 2024 -2029 dan berhasil terpilih kembali berkas kepuasan masyarakat Kabupaten Landak atas kepemimpinannya, bupati yang berlatar belakang pendidikan dokter ini juga terkenal sering turun ke lapangan dan aktif mendengarkan keluhan masyarakatnya untuk bisa direspon cepat.

Bupati Mempawah Hj. Erlina, SH, MH, merupakan sosok pemimpin daerah semakin dikenal di Provinsi Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Mempawah. Wanita tangguh ini lahir di Pontianak pada 14 April 1970 . Pada Pilkada Mempawah 2024, dikenal sebagai perempuan inspiratif yang telah mencetak sejarah sebagai Bupati wanita pertama di Kabupaten Mempawah untuk periode 2019-2024. Dalam dunia akademik, ia menempuh pendidikan S-1 di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak pada tahun 1995-1999 dan melanjutkan studi S-2 di bidang Magister Hukum (MH) di universitas yang sama pada tahun 2001-2004. Sebelum menjadi Bupati, Istri Mantan Bupati Mempawah dua periode Ria Norsan ini lama berkarier di Kejaksaan dan mengundurkan diri menjadi PNS di Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Barat karena maju dalam pemilihan Bupati Mempawah pada tahun 2019

Berbeda dari tiga bupati perempuan diatas, Walikota Singkawang Tjai Chui Me tidak memiliki berlatar belakang keluarga politikus, sebagai keturunan etnis tionghoa yang beragama Budha, Tjai Chui Me mengawali karier dari profesional swasta yang aktif berorganisasi dibidang sosial,keagamaan dan politik. Organisasi yang digelutinya antara lain Yayasan Tzu Ci, Majelis Tao Indonesia, Perkumpulan Hakka Singkawang dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Setelah Terpilih Menjadi Anggota DPRD Singkawang pada 2014 ia sempat menjadi Ketua DPRD Kota Singkawang perempuan pertama di Kota Singkawang.
Hal yang sama akan keempat kepala Daerah Perempuan yang pernah menjadi pemimpin daerah di Kabupaten Kota di Kalimantan Barat ini adalah ketiganya. meraih jabatan politik melalui proses panjang dengan aktivitasnya di partai politik dan organisasi kemasyarakatan yang ditekuninya. Artinya keempat perempuan terpilih ini telah mempunyai modal politik dan modal sosial sebelum maju di pemilihan kepala daerah. Modal Politik dan modal sosial merupakan sumber kekuasaan yang sangat diperlukan bagi penguasa atau pemimpin politik untuk berkarier di dunia politik dan pemerintahan.
sumber;
Rahmat Guna Wijaya. Suara dan Kiprah dan Kiprah Perempuan Dalam Politik di Kalimantan Barat. Jurnal Raheema Volume 6 Tahun 2019.IAIN Press.
Tribunpontianaknews.com
sketsa.co