
Secara umum, orang Dayak tinggal di kawasan pedalaman pulau Kalimantan dengan beberapa rumpun besar seperti Maanyan, Ngaju, Iban, Ot Danum, Kenyah, Bahau, Tunjung, Kanayan. Sementara Dayak Meratus terbagi dalam sub Dayak Ngaju dan Dayak Maanyan.
Suku Dayak terbagi ke dalam suku kurang lebih 405 sub grup. Mereka umumnya peladang berpindah dan memperlakukan ladang dengan baik dan terpelihara.
Kegiatan ladang berpindah terutama berupa penanaman padi gunung dan beberapa tanaman palawija. Perladangan mereka tergantung pada musim dan hidup di lahan tadah hujan. Bakumpai adalah perladangan sawah tadah hujan yang memanfaatkan air pasang surut. Ini sejalan dengan tempat tinggal mereka umumnya adalah di tepi sungai.
Dalam legenda atau cerita masyarakat Dayak dikisahkan bahwa ketika alam fana ini masih mentah mungkin baru setengah jadi atau jaman masa masa paska penciptan diabad itu belum makan nasi, mereka makan bermacam jenis cendawan, binatang dan ikan hasil buruan,…diceritakan pula putera Jubata sekali kali turun ke bumi menemui teman temannya anak-anak manusia tadi, mereka bermain/dolanan bagaikan tak ada perbedaan bahwa manusia ini adalah mahluk bawah sedang bersahabat dengan manusia atas ( subayatn).
Setelah lelah bermain mereka istirahat sambil membuka bekal yang disiapkan orang tua mereka untuk dibawa dan dimakan ketika saatnya lapar. Ketika anak Jubata membuka bekalnya, anak anak talino terkaget karena mereka melihat makanan yang dibawa berwarna putih bentuk lonjong memanjang persis seperti ulat,… Salah satu anak talino bertanya… Makanan apa yang gerangan yang dibawa oleh temannya ini,… Anak Jubata ceritakan begitu panjang bagaimana sejak mempersiapkan lahan,memilih bibit, menanam,memelihara sampai memanen makanan aneh ini,…. Hanya satu yang dikatakan oleh anak Jubata bahwa tanaman ini tidak boleh ditanam oleh talino, kalau ketahuan Jubata akan murka dan siapapun akan mendapatkan hukuman berat.
Singkat cerita anak talino juga tak mau kehabisan akal, seolah memaksa bagaimana dia bisa mendapatkan bibit dan bisa menanamnya di pekarangan agar kelak menjadi makanan yang paling disukai oleh manusia sampai saat ini.
Merasa iba anak Jubata ini keesokan harinya membawa beberapa butir benih padi, agar tidak ketahuan oleh orang tuanya anak Jubata menaruh bibit padi tersebut dalam selaput ujung burungnya(maaf…. Benda anak Jubata ini rupanya kulub) mungkin tak bersunat atau belum disunat.
Bibit padi kemudian ditanam disekitar Dapur agar tak ketahuan oleh talino yang yang lainnya, lambat laun padi yang ditanam semakin banyak diketahui orang dan menggunakan lahan yang semakin luas pula, sejak saat itu masyarakat Talino makan nasi sebagai makanan pokoknya.
Dari narasi diatas ribuan tahun nenek moyang mendiami pulau yang kaya raya Borneo/Kalimantan tetap makan nasi, sempat sewaktu saya kecil moyang kami ada yang berumur hampir ratusan tahun umur yang sangat panjang dan masih mampu mengayuhkan kaki dan berdiri tanpa bantuan tongkat, adalah sebuah hal yang bertentangan ketika hidup di Jaman kesejagatan ini bahwa nasi telah menjadi sebuah pesan horor dan didalilkan oleh para pendekar pembuat obat obat non organik… Bahwa ” NASI ADALAH PEMBUNUH NOMOR WAHID”…..Kemudia apakah propaganda yang dijadikan sikap dalam memilah dan memilih….. Bahwa saya dan anda tak perlu makan nasi lagi…!!!!!
Sumber :
- Dominikus Baen dan Rosadi Jamani. Facebook Rosadi Jamami Juni 2020, Baruakng Kulub, Nasi Dan Propaganda Farmasi.
- forestdigest.com/detail/717/padi-tanaman-surga-bagi-orang-dayak-meratus. 20 Agustus 2020