
Bank Kalbar adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah yang sahamnya mayoritas di pegang oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, bersama pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Kalimantan Barat. Nama resmi Bank Kalbar bernama PT Bank Pembangun Daerah Kalimantan Barat didirikan berdasarkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1963 dengan bentuk hukum Perusahaan Daerah. Ijin usaha dikeluarkan oleh Menteri Urusan Bank Sentral/Gubernur Bank Indonesia dengan pada tanggal 28 November 1963, peresmiannya dilakukan pada tanggal 15 April 1964. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Menteri Keuangan Republik Indonesia memberikan ijin usaha Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Pada tahun 1999 berdasarkan Perda No. 1 tanggal 2 Februari 1999 terjadi perubahan status hukum BPD Kalbar dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas serta perubahan nama menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat dengan call name Bank Kalbar melalui Akta Notaris Widiyansyah, SH No. 81 tanggal 23 April 1999 dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman pada tanggal 5 Mei 1999, Bank Kalbar mengikuti Program Rekapitalisasi Perbankan. Pada tanggal 30 Juli 2004, Bank Kalbar menyelesaikan program rekapitulasi, disertai pembelian kembali kepemilikan saham yang dimiliki Pemerintah Pusat oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Kalimantan Barat.
Karena Bank Kalbar ini adalah milik pemerintah Provinsi Kalimantan Barat maka mayoritas layanan adalah melayani transaksi keuangan simpanan dan pinjaman kredit termasuk payrol atau rekening gaji Aparatur Sipil Negara Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota termasuk Payrol anggota DPRD dan Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Kalimantan Barat selain Masyarakat Umum
Sebagai Bank daerah Bank Kalbar memiliki cabang dan unit hampir diseluruh wilayah Kalimantan Barat sampai di tingkat Kecamatan bersaing dengan BRI yang terkenal sebagai bank paling banyak unit sampai pelosok di seluruh Indonesia. Jaringan pelayanan Bank Kalbar tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Barat dan juga di Jakarta Pusat, terdiri dari 1 Kantor Pusat, 21 Kantor Cabang, 59 Kantor Cabang Pembantu, 1 Unit Usaha Mikro, 58 Kantor Kas, 22 Kas Mobil, 63 Payment Point, 65 Layanan Syariah, 208 mesin ATM, dan 14 Mesin CDM.
Untuk memberikan layanan terbaik kepada para nasabah, Bank Kalbar telah membuka Layanan Ekstra di Kantor Kas A. Yani Mega Mall Pontianak, yang akan melayani nasabah mulai Hari Senin s/d Minggu serta Hari Libur Nasional dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Selain itu, Bank Kalbar juga memiliki jaringan ATM yang telah terintegrasi dengan ATM Bersama dan ATM MEPS (Malaysian Electronic Payment System) sehingga kartu ATM Bank Kalbar dapat digunakan untuk bertransaksi di seluruh mesin ATM di Indonesia yang berlogo ATM Bersama dan juga di Malaysia yang berlogo BankCard. Nasabah Bank Kalbar juga dapat menggunakan kartu ATM Bank Kalbar di seluruh mesin ATM yang berlogo ATM Club dan logo Bank Kalbar untuk mengakses semua fitur ATM seperti halnya bertransaksi di ATM milik Bank Kalbar, antara lain informasi saldo, penarikan tunai, transfer, pembelian voucher pulsa kartu prabayar, pembayaran tagihan kartu pasca bayar, pembayaran rekening listrik, telepon, asuransi dan TV berlangganan.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan online sejak 2020 Bank Kalbar telah memiliki layanan Bank Kalbar Mobile yang memudahkan nasabahnya mengakses layanan dan bertransaski lewat perangkat digital dimanapun berada.
Namun pada 6 Agustus 2025, tersiar berita dari pegiat media sosial yang juga seorang dosen Rosadi Jamani perihal layanan pembayaran pajak PBB di Kalbar yang masih menggunakan uang tunai tidak menerima layanan debit melalui mesin EDC atau QRIS yang sudah lumrah sebagai salah satu jenis pembayaran di Indonesia sejak tahun 2019, komplain Rosadi Jamani terkait layanan jadul Bank Kalbar di beri judul Bayar Pajak Serasa di Kerjain Bank yang Penulis tulis ulang dengan artikel Baru berjudul Bank Kalbar Masih Analog di Era Bank Digital untuk mencermiknkan kondisi Bank tersebut yang juga penulis alami masih menggunakan blangko kertas untuk menulis slip setoran dan penarikan dibandingkan beberapa Bank yang sudah paperless atau mengurangi pengunaan kertas untuk bertransaski di Cabang sekalipun, karena cukup membawa Smart Phone atau Kartu Pengenal layanan bisa dilakukan secara paperless lewat layar atau layanan dari Customer Service dan Teller yang tidak perlu blangko apapun.
Bayar Pajak Serasa Dikerjain Bank
Dari pukul 09-00 sampai 11.00 WIB saya baru selesai bayar pajak. Lumayan lama, mana harus antre lagi. Cerita bayar pajak kendaraan, saya mau ceritakan kali ini. Siapkan kopi tanpa gulanya, wak!
Ceritanya begini, wak! Kemarin (5/8/2025) saya tidak sedang bercanda dengan semesta. Ini bukan kisah cinta, bukan pula tragedi Yunani. Ini adalah kisah nyata, lebih epik dari Mahabharata, lebih menyayat dari kisah Titanic, tentang saya, seorang warga negara baik-baik yang cuma ingin bayar pajak motor, dan malah seperti dikerjain bank.
Saya bangun pagi dengan semangat nasionalisme membara. Udara pagi mengandung aroma tanggung jawab. Saya mandi, sisiran, lalu pamit ke istri dengan heroisme, “Saya mau bayar pajak, demi negeri tercinta.” Dia menatap saya seperti sedang melepas suaminya ke medan perang. Ya, karena memang begitu rasanya.
Saya menuju Bank Kalbar, cabang Pasar Sentral Pontianak. Di sini dikhususkan untuk bayar pajak. Tempat ini juga, konon katanya, pusat peradaban keuangan di daerah saya. Di dalam bayangan saya, bank itu sudah semakin modern, penuh layar sentuh, mesin QRIS, dan petugas mengenakan headset Bluetooth. Tapi yang saya temui justru ruko satu pintu dengan antrean warga cukup ramai. Saya kira sedang ada konser, ternyata cuma antre bayar pajak.
Satpam menyambut saya. Bukan dengan senjata, tapi dengan pertanyaan. “PBB atau motor, Pak?” Saya jawab, “Motor.” Lalu diarahkan ke meja khusus, tempat petugas dengan sabar menginput data. Saya sodorkan STNK dan KTP. Dia menulis nomor HP saya… di balik STNK pakai pulpen. Bukan tablet, bukan scan barcode. Ini bukan digitalisasi. Ini naskah kuno.
Saya duduk, menunggu nama dipanggil. Lama. Sangat lama. Saya sempat merenung, sempat mendekat ke Tuhan, bahkan sempat hampir mengunduh aplikasi cari kerja. Di sebelah saya, warga lain mengeluh, “Tiga tahun saya ke sini, tetap aja kayak gini. Manual terus. Kita kayak nggak dianggap udah hidup di 2025.” Saya hanya bisa mengangguk sambil menahan air mata digital. Benar, hampir tidak ada yang berubah pola bayar pajak. Mestinya sudah online, ini masih harus mengeruduk ke kantor bank.
Akhirnya nama saya dipanggil. Saya maju seperti tentara yang dipanggil ke medan laga. Petugas menyebut jumlah pajak, dua juta serutus empat puluh ribu rupiah. Saya buka dompet. Isinya? Receh yang cukup buat makan siang dan ngopi di warkop. Saya berusaha tenang. Saya warga modern. Di dompet ada kartu ATM, punya mobile banking, dompet digital, dan hati yang lapang. “Mbak, bisa bayar pakai QRIS?” tanya saya.
Mbaknya senyum, tapi tajam. “Mohon maaf, di sini harus cash.”
Cash?! Di bank?!
Saya terdiam. Dunia berputar lambat. Daun gugur. Angin berhenti. Sejenak saya ragu, ini 2025 atau 1987? Bahkan tukang cilok depan gang sudah pakai QRIS. Tapi bank? Masih percaya pada kertas dan tinta. Mbaknya minta saya ke ATM Bank Kalbar. Cuma, saya bukan nasabah bank daerah itu.
Saya lari keluar dari areal Bank Kalbar, lalu mencari ATM tempat uang saya diparkir selama ini. Di ATM bank langganan saya, punya dua mesin ATM, semua gagal. Ternyata kartu saya kedaluwarsa. Saya ke customer service. “Bapak harus ganti kartu.” Saya ingin berteriak, tapi hanya bisa tertawa getir. Maklum sih, karena selama ini dalam transaksi lebih menggunakan QRIS dan ebanking. ATM sepenuhnya nganggur. Untung belum ketahuan PPATK.
Setelah kartu baru jadi, saya tarik tunai. Uang itu saya genggam seperti piala kemenangan. Saya kembali ke bank, bayar pajak, dan keluar dengan wajah lelah tapi bahagia. Tapi dalam hati, saya menangis, bank, kenapa kau begini? Kenapa kau lebih kolot dari tukang tahu bulat? Kenapa kau menghalangi niat baik rakyat yang cuma mau patuh pada negara?
Ini bukan sekadar bayar pajak. Ini perjalanan spiritual. Saya lulus. Tapi tidak denganmu, wahai bank. Di zaman semua bisa lewat HP, kau masih percaya pada fotokopi dan bolpen.
Demi Tuhan dan negara, saya tak akan lupa hari ini, hari saat saya, warga digital, dikerjain oleh bank analog.
Sumber:
Bankkalbar.coid
Rosadi Jamani/Ketua Satupena Kalbar/Facebbook 06082025