Sejarah Hari Jadi Kota Pontianak

Kota Pontianak merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-254 pada 23 Oktober 2025. Peringatan ini dirayakan secara kolosal oleh Pemerintah Kota Pontianak yang mengadakan agenda perayaan yang melibatkan banyak peserta seperti senam dan tari jepin masal serta lomba pantun dan penggunaan baju busana melayu di instansi pemerintah Kota Pontianak setiap tanggal 23 Oktoer.

Tangal 23 Oktober di Kota Pontianak ini bukan sekadar seremoni, melainkan juga pengingat akan sejarah panjang dan unik dari kota yang dikenal dengan sebutan Kota Khatulistiwa tersebut.

Berdirinya Kerajaan Pontianak bermula dari riwayat hidup Syarif Abdurrahman — pendiri Kerajaan Pontianak–. Sebagai anak muda yang cakap dan tampan, dia telah menunjukkan bakat dan ambisinya yang besar. Masa mudanya penuh dengan petualangan, seperti melakukan pelayaran ke Siak dan Palembang, mengadakan kegiatan perdagangan lada di daerah Banjarmasin, mengadakan perang dan berhasil mengalahkan kapal Francis di Pasir (Banjarmasin), juga mengalahkan jung-jung Cina, dan sebagainya. Di wilayah Banjarmasin beliau diangkat menantu oleh Sultan Saad dengan mengawini Ratu Sirih Anom, kemudian diberi gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam, yang sebelumnya telah mengawini puteri Utin Candramidi, anak Opu Daeng Menambon. Karena ambisinya yang sangat kuat, akhirnya di daerah tersebut dia sangat dibenci oleh kerabat kerajaan sehingga terpaksa bertolak kembali ke Mempawah

Sejak pertengahan abad 18, perusahaan dagang Belanda atau VOC merasa terganggu atas adanya perompak-perompak/bajak laut terhadap kapal-kapal dagangnya di kawasan perairan muara Sungai Kapuas. Hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi VOC karena hasil bumi dari Kerajaan Landak, utamanya lada dan hasil tambang intan, jatuh ke tangan para perompak tersebut. Untuk itu, para pembesar VOC meminta bantuan kepada Panembahan Mempawah guna mengamankan wilayah di sekitar muara Sungai Kapuas dari para perompak. Kemudian Panembahan Mempawah menyanggupi permintaan tersebut, dan menugaskan Syarif Abdurrahman untuk mengamankan wilayah tersebut yang pada masa itu Syarif Abdurrahman bagi kalangan elite politik Mempawah kurang disenangi karena perilakunya.

Pada 23 November 1771 bersama sejumlah pengikutnya sebagian besar orang Bugis yang menetap di Mempawah dengan menggunakan 15 buah kapal meninggalkan Mempawah, Syarif Abdurrahman dan pengikutnya berangkat melalui rute perjalanan muara Sungai Kapuas dan selanjutnya ke Sungai Peniti guna mencari sarang para perompak, tetapi hasilnya ialah belum juga ditemukan sarang para perompak tersebut. Kemudian Syarif Abdurrahman melanjutkan kembali perjalanannya dan menjumpai sarang para perompak tersebut –sekarang dikenal dengan daerah antara Batu Layang dan Nipah Kuning– para perompak tersebut berhasil diusirnya dari kawasan muara Sungai Kapuas.

Sebagai seorang ahli siasat dan pengalamannya dalam perjalanan petualangannya , Syarif Abdurrahman memilih untuk mendirikan pusat kedudukannya di sekitar Sungai Kapuas sampai tempat pertemuannya dengan Sungai Landak.

Menurut Majalah Panji Pustaka dalam Nomor Soeltan Pontianak dinyatakan bahwa setelah Syarif Abdurrahman tiba di daerah pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak, kemudian ia memulai pembukaan hutan yang banyak dihuni hantu dan berhasil diusirnya setelah beberapa hari menembakkan bedil. Setelah hantu-hantu itu berhasil diusirnya, kemudian daerah ini diberinya nama Pontianak. Pada saat pembentukan daerah Pontianak, Syarif Abdurrahman kembali ke daerah Mempawah dan mengajak keluarganya ke daerah yang baru dibuka tersebut. Tanggal 8 Syahban 1192 H para raja di Kalimantan Barat menghadiri pengangkatan Syarif Abdurrahman sebagai raja di Kerajaan Pontianak. Kemudian Yang Dipertuan Haji Raja Muda dari Riau atas nama seluruh rakyat mengangkat Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam dengan gelar Maulana Sultan Syarif Abdurrahman, Sultan di Kerajaan Pontianak. Rabu, 20 Rajab 1185 H merupakan hari jadi berdirinya daerah Pontianak, peristiwa ini juga dicatat dalam tambo kerajaan.

Tahun 1192 Hijriah, beliau dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pertama. Simbol pusat pemerintahan kala itu ditandai dengan pembangunan Masjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadariah, yang kini berdiri megah di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Pontianak kemudian dikenal sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat dan menjadi salah satu kota penting di wilayah barat Pulau Kalimantan. Kota ini dilewati Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat.      

Sejarawan Belanda, VJ Verth, dalam buku Borneo Wester Afdeling, menulis versi berbeda mengenai awal berdirinya Pontianak. Menurutnya, Belanda baru masuk ke Pontianak dari Batavia pada tahun 1194 Hijriah atau 1773 Masehi. Dalam catatan tersebut, disebutkan bahwa Syarif Abdullah, ayah Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, adalah seorang ulama dan pedagang dari Kerajaan Mempawah yang kemudian merantau hingga ke Banjarmasin.         

Ia berhasil memperkuat armada perdagangan dan bahkan melawan kapal Belanda serta Inggris. Berkat kekayaannya, ia mendirikan pemukiman baru yang kelak menjadi pusat perdagangan, kini dikenal sebagai Pontianak. Pada tahun 1778, Belanda yang dipimpin Willem Ardinpalm memasuki wilayah Pontianak. Mereka kemudian menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal sebagai Tanah Seribu atau Verkendepaal. Belanda menjadikan wilayah tersebut sebagai pusat pemerintahan mereka di Kalimantan Barat. Berbagai struktur administrasi kolonial seperti Resident, Assistant Resident, hingga Controleur mulai berdiri di kawasan itu. Pada masa pendudukan Jepang, sistem tersebut berubah nama menjadi Shintjo. Setelah Indonesia merdeka dan seiring keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Pemerintah Daerah Tingkat II Pontianak resmi berganti menjadi Pemerintah Kota Pontianak.

Sumber: 

Leave a Reply