
Kota Putussibau berdiri pada tanggal 1 Juni 1895, yang berkedudukan di Putussibau. Nama Putussibau menurut cerita rakyat yang berkembang di Kota Putussibau berasal dari gabungan kata “Putus”dan “Sibau”. Kata “Putus” yang dimaksud disini adalah “memutus” dan “Sibau” sendiri adalah nama salah satu sungai yang melewati Kota Putussibau. Putussibau pada masa sekarang merupakan ibukota Kabupaten Kapuas Hulu yang berada di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Kota Putussibau sendiri pada tahu 2007 terbagi menjadi satu wilayah Kecamatan yaitu Putussibau Utara dan lima belas Desa/Kelurahan. Dalam perkembangannya, kota Putussibau sangat lambat dalam hal pembangunan karena disamping letaknya yang sangat jauh dari ibukota Provinsi, kota Putussibau belum menjadi prioritas pembangunan di wilayah Kalimantan Barat secara umum. Keberadaan kota Putussibau sebagai ibukota Kapuas Hulu yang letaknya berbatasan dengan negara tetangga dan provinsi lain menjadi pusat pemerintahan yang terus berkembang walaupun dirasakan sangat lambat.
Sekitar tahun 1823, Belanda memasuki wilayah Kapuas Hulu dengan izin dari Kerajaan Selimbau. Belanda segera melakukan perjanjian dengan Kerajaan Selimbau. Perjanjian tersebut menegaskan kedaulatan dari Kerajaan Selimbau. Adapun isi dari perjanjian tersebut, antara lain sebagai berikut:
- Tiada raja-raja yang lalu di air Hulu Kapuas dari Hulu Negeri Silat, yang lain dari Raja Selimbau dan Negeri Selimbau itulah yang ada bernama negeri dan raja yang berkuasa dari dahulu kala (berdaulat dan diakui).
- Tiada raja-raja dan negeri yang lain di air Hulu Kapuas ada yang menerima kontrak lebih dahulu atau bersamaan dari Sri Paduka Government, melainkan Raja Selimbau yaitu pada zaman Pangeran Suma memegang tahta Kerajaan Negeri Selimbau, sebabnya yang lain tiada memiliki kekuasaan negara yang tiada raja dan kerajaan kedaulatan.
- Pada masa Raja Selimbau menerima kontrak yang pertamanya dari Sri Paduka Government maka semuanya yang ada di Air Kapuas takluk di bawahnya di Negeri Selimbau, dan perintah Raja Negeri Selimbau, dan kontrak yang terberi di Selimbau (tercatat) pada tanggal 15 November 1823 atau 11 Rabiul Awal 1279 Hijriah.
Sebelum adanya kontrak dengan pemerintah Hindia-Belanda yang berkedudukan di Kota Sintang, wilayah Hulu Negeri Silat sebagian berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda. Melalui kontrak yang tertuang dalam surat persaksian perang Raja Negeri Selimbau, maka tidak diragukan bahwa semua wilayah Kapuas Hulu takluk di bawah kekuasaan Raja Negeri Selimbau.
Pada masa pemerintahan Sri Paduka Panembahan Haji Gusti Muhammad Abbas Surya Negara, Kerajaan Selimbau kedatangan seorang utusan Belanda yang adalah seorang Asisten Residen Sintang yang bernama Cettersia. Utusan Belanda tersebut datang dengan maksud meminta izin kepada Raja Selimbau untuk menebang kayu yang akan digunakan untuk membangun benteng di daerah Sintang. Keseluruhan hasil kayu tersebut sebanyak 10 persen akan dibagikan kepada Raja Negeri Selimbau. Permohonan izin tersebutpun disetujui.
Dengan mengetahui banyaknya sumber daya alam yang ada di wilayah Kapuas Hulu, maka pemerintah Hindia-Belanda terus berupaya menempatkan dan menambah kekuatan militernya di daerah-daerah potensial dan yang transportasinya lancar. Pemerintah Hindia-Belanda mulai mengintervensi sistem pemerintahan kerajaan di wilayah Kapuas Hulu melalui politik “adu domba”. Dengan menjalankan politik “adu domba” dan kekuatan militer, pemerintah Hindia-Belanda di Kapuas Hulu semakin leluasa menindas rakyat dan menguras kekayaan alamnya.
Raja Selimbau tidak mampu mengendalikan pemerintahannya secara utuh sebab Belanda selalu mencampuri setiap keputusan yang dibuat oleh raja. Pada tahun 1925, setelah Panembahan Haji Gusti Usman mangkat yang juga menandai berakhirnya kedaulatan Kerajaan Selimbau, pemerintah Hindia-Belanda dapat menguasai wilayah Kapuas Hulu secara utuh.
B. Masa Penjajahan Jepang
Jepang masuk ke wilayah Kapuas Hulu pada tahun 1942 dengan membuka pertambangan batu bara di bagian hulu sungai Tebaung dan sungai Mentebah. Pada masa itu, wilayah Kalimantan Barat dipimpin oleh Abang Oesman, K.Kastuki dan Honggo. Pada masa awal kedatangannya, Jepang disambut dengan baik dengan harapan akan membebaskan rakyat dari penjajahan Belanda. Tetapi pada kenyataannya, Jepang bahkan tidak lebih baik dari Belanda. Jepang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan manusia demi kepentingan sepihak. Melihat ketimpangan ini, banyak rakyat yang melakukan perlawanan terhadap Jepang.
Pada masa Jepang seluruh wilayah Kalimantan berada di bawah kekuasaan angkatan laut Jepang Borneo Menseibu Coka yang berpusat di Banjarmasin, sedangkan untuk Kalimantan Barat berstatus “Minseibu Syuu”.
C. Masa Kemerdekaan
Berdasarkan Keputusan Gabungan Kerajaan-Kerajaan Borneo Barat pada tanggal 22 Oktober 1946 Nomor 20L, wilayah Kalimantan Barat terbagi kedalam 12 Swapraja dan 3 Neo Swapraja. Wilayah Kapuas Hulu termasuk salah satu wilayah Neo Swapraja. Dengan dukungan Besluit Luitenant Gouveneur General Nomor 8 tanggal 2 Maret 1948 yang berisi pengakuan Belanda terhadap status Kalimantan Barat sebagai daerah istimewa dengan pemerintahan sendiri beserta sebuah dewan Kalimantan Barat, maka pada tahun 1948, melalui Surat Keputusan Nomor 161 tanggal 10 Mei 1948 Presiden Kalimantan Barat membentuk suatu ikatan federasi dengan nama Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB)
Dengan adanya tuntutan rakyat, maka DKIB yang dipandang sebagai peninggalan pemerintah Belanda, dihapuskan. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), daerah Kalimantan Barat berstatus sebagai daerah bagian yang terdiri dari Daya Besar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Banjar. Setelah bergabung menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No.3 Tahun 1953 dibentuklah Pemerintahan Administrasi Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibu kota Putussibau. Bupati pertama yang menjabat adalah J. C. Oevang Oeray (1951-1955).
Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu dari beberapa Kabupaten yang ada di Kalimantan Barat yang mempunyai potensi sangat besar dalam pengembangan sektor pertanian terutama perkebunan,peternakan dan perikanan air tawar. Salah satu produk unggulan Kabupaten Kapuas Hulu ialah Daun Kratom atau Daun Purik, Ikan Arwana atau Siluk dan Peternakan Madu. Hasil Hutannya juga kaya dengan tanaman obat obatan dan kayu kerajinan. Daerah ini juga kaya akan hasil galian tambang seperti batu alam, batu coral, nikel, tembaga dan emas.
Sejak menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Ibu Kota Putussibau, Kapuas Hulu sudah dipimpin oleh 19 Orang Bupati dari periode 1955 sampai tahun 2025 sebagaimana berikut
Berikut adalah daftar lengkap Bupati Kapuas Hulu dari masa ke masa:
- J.C. Oevaang Oeray: menjabat sebagai Wakil Wedana, kemudian sebagai Penjabat Bupati, dan akhirnya sebagai Bupati pertama Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 1951-1955.
- Anang Adrak: menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu setelah J.C. Oevaang Oeray, pada tahun 1955-1956.
- J.C. Rangkap: menjabat sebagai Patih/Plt. Bupati Kapuas Hulu.
- R.M. Soetomo T. Kusumo: menjabat sebagai Bupati setelah J.C. Rangkap.
- R. Badrussapari: menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu, dengan awal jabatan pada 9 Mei 1951.
- George Obus: menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu, dengan awal jabatan pada tahun 1955 sampai tahun 1956
- R.A. Parjitno: menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu, dengan awal jabatan pada tahun 1956 -1957
- Ade Mohammad Djohan menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu, dengan awal jabatan pada tahun 1957 sampai 1959
- Gusti Muhammad Saleh menjabat sebagai Bupati Kapuas Hulu, dengan awal jabatan pada tahun 1959 sampai 1960
- J.R. Giling dengan awal jabatan pada tahun 1960 sampai 1965
- Anastasius Sahdan dengan awal jabatan pada tahun 1965 sampai 1967
- Abang Syahdansah dengan awal jabatan pada tahun 1967 sampai 1975
- H.M. Ali A.S.S.H. dengan awal jabatan pada tahun 1975 sampai 1980
- A. Satif . dengan awal jabatan pada tahun 1980 sampai 1985
- Drs. H. Abang Muhammad Djapari dengan awal jabatan pada tahun 1985 sampai 1995
- Jacobus Fransiscuc Layang, B.A., S.H. dengan awal jabatan pada tahun 1995 sampai 2000
- Drs. H.Abang Tambul Husin dengan awal jabatan pada tahun 2000 sampai 2010
- AM. Nasir S.H. dengan awal jabatan pada tahun 2010 sampai 2021
- Fransiskus Diaan, SH, dengan awal jabatan pada tahun 2021 sampai denga 2030
Sumber :